Cari Blog Ini

Rabu, 15 Juli 2009

Masyarakat sudah dewasa atau justru tidak peduli (kritis) ?

Oleh : Irfan Karunia Osa *
Keadaan panas yang sebelumnya terjadi saat kampanye pun mereda secara perlahan setelah berlangsungnya pilpres. Kondisi tersebut tentunya cukup unik mengingat setelah pelaksanaan pilpres banyak laporan dan statement dari pasangan capres-cawapres tentang “segudang” pelanggaran pemilu yang merugikan pasangan tertentu dan berpotensi menimbulkan konflik diantara masyarakat pendukung masing-masing capres. Keadaan masyarakat yang tenang dan “adem-ayem” itu pun sebetulnya menimbulkan dua indikasi.
Indikasi pertama adalah masyarakat ternyata sudah semakin dewasa dalam berdemokrasi khususnya menyikapi pelaksanaan pilpres yang diduga mengalami banyak pelanggaran. Jika indikasi itu benar maka masyarakat saat ini memang sudah tidak mudah lagi terpancing oleh isu-isu politik. Isu tersebut dalam hal ini menyangkut banyaknya laporan pelanggaran pemilu yang dianggap menguntungkan salah satu capres dan merugikan capres lainnya sehingga berpotensi menimbulkan konflik diantara para pendukung capres seperti yang terjadi di beberapa pilkada di daerah. Tentunya jika memang indikasi pertama ini terjadi hal tersebut patut disyukuri karena bangsa Indonesia dapat semakin dewasa dalam berdemokrasi.
Sedangkan indikasi kedua justru berbanding terbalik dengan yang pertama yaitu masyarakat justru tidak peduli dengan pelaksanaan pilpres sehingga terkesan tidak kritis dengan berbagai pelanggaran pilpres yang dilaporkan oleh capres yang merasa dirugikan. Indikasi tersebut terlihat dari jarangnya pembicaraan di masyarakat terkait masalah adanya pelanggaran pemilu. Kebanyakan dari masyarakat justru merasa sudah memiliki presiden baru dan tidak peduli dengan banyaknya pelanggaran yang terjadi, padahal hasil yang ada saat ini baru hasil hitung cepat dan tentu tidak akan menjadi hasil nyata apabila ternyata banyak kecurangan di sana sini. Kondisi ini tentunya juga kurang baik bagi kehidupan berdemokrasi di Indonesia karena dalam kehidupan demokrasi semua elemen bangsa harus aktif dalam menyikapi dinamika kehidupan bangsa, tentunya dengan cara yang positif.
Dari kedua indikasi tersebut, tentunya kita mengharapkan indikasi pertama yang saat ini terjadi di masyarakat yaitu sudah terwujudnya kedewasaan masyarakat dalam berdemokrasi khususnya pada saat pilpres. Tentunya kedewasaan masyarakat harus diikuti dengan sikap kritis dari masyarakat agar pelaksanaan demokrasi (pilpres) tidak menjadi milik segelintir elit dan nantinya dengan sikap kritis tersebut rakyat dapat sejahtera dengan demokrasi (pilpres).
*Mahasiswa Ilmu Ekonomi FEM IPB, Wakil Ketua BEM FEM IPB

Kamis, 26 Maret 2009

Proteksi yang mengatasnamakan Nasionalisme

Oleh : Irfan Karunia Osa

Mahasiswa Ilmu Ekonomi IPB

Wakil Ketua BEM FEM IPB

Dalam menyikapi krisis perekonomian global yang terjadi dewasa ini, setiap langkah kebijakan ekonomi dari pemerintah Negara maju ataupun berkembang selalu menjadi sorotan dunia. Belakangan, yang lumayan populer adalah kebijakan proteksionisme yang dilakukan baik oleh Negara maju ataupun Negara berkembang. Misalnya Amerika Serikat yang secara terang-terangan menyerukan “Buy American” yang merupakan bentuk proteksi Amerika terhadap produk-produk dalam negeri Negara tersebut.

Tentu saja kebijakan negara maju seperti Amerika akan mengundang perlawanan dari negara lain seperti dari negara-negara berkembang. Hal itulah sebenarnya yang harus dihindari. Apabila semua negara saling balas membalas dalam melakukan kebijakan proteksi maka krisis global pun lambat laun dapat berubah menjadi krisis multi dimensi.

Artinya setiap negara sebenarnya harus menghindari proteksi untuk memperlancar kembali arus perdagangan dunia. Namun, Indonesia sebagai negara berkembang pun tidak dapat hanya tinggal diam menyikapai proteksionisme yang dilakukan oleh negara-negara lain. Indonesia harus melakukan kebijakan penyeimbang dalam menyikapi proteksionisme negara lain.

Proteksi yang dilakukan pun sebaiknya adalah proteksi yang bersifat halus. Maka itu, pemerintah pun mengeluarkan inpres tentang adanya kewajiban bagi PNS untuk mengenakan sepatu produksi dalam negeri dan produk dalam negeri lainnya. Proteksi tersebut pun agar terlihat lebih halus kembali dibalut dengan adanya gerakan ”Aku Cinta Produk Indonesia” yang sebenarnya tidak berbeda jauh dengan “Buy American”ala Obama.

Proteksi yang mengatasnamakan nasionalisme tersebut adalah hal yang sangat tepat dilakukan pemerintah bahkan seharusnya dilakukan sejak dulu. Dengan hal tersebut produk dalam negeri akan dapat berkembang dengan baik. Namun, kedepannya gerakan semacam ”Aku Cinta Produk Indonesia” sebaiknya tidak hanya dilakukan sebatas kewajiban bagi PNS namun dapat menjadi kesadaran bagi seluruh elemen masyarakat untuk dapat mencintai dan menggunakan produk dalam negeri. Dengan begitu akan terjadi trickle down effect yang positif bagi perekonomian Indonesia khususnya UKM.